Bokong (pantat) merupakan salah satu organ manusia yang cukup unik. Mungkin bukan yang terunik, karena keunikan juga subjektif. Akan tetapi, fenomena bokong merupakan salah satu fenomena yang cukup menarik untuk dicermati.
Setiap kita, manusia yang normal, pastilah punya bokong. Banyak sekali orang yang dianugerahi kekurangan oleh Sang Khalik, tidak punya tangan, tidak punya kaki, punya mata yang tidak berfungsi normal (buta), tetapi jarang sekali ada cacat berupa tidak punya bokong. Jujur aja, saya tidak tahu datanya, tapi sepertinya setiap orang punya bokong ya??
Dari sejarah panjang fenomena bokong, kita potong saja, sehingga kita mulai dari legenda bokong ‘Ngebor’ Inul Daratista. Goyangan bokongnya menghebohkan hampir segenap pelosok nusantara Indonesia. Dengan setelan bokong yang benar-benar dieskpose, dengan pakaian yang super ketat, ditambah lagi gerakan ngebor yang cukup mencengangkan, maka perhatian masyarakat bisa tersedot ke arah bokong tersebut. Sebuah guyonan pada awal meledaknya Inul, si pemilik bokong fenomenal, menyatakan bahwa tingkat kriminalitas menurun drastis ketika Inul pentas di televisi. Yach… lumayan ada sisi baiknya.
Pro dan kontra muncul sebagai reaksi terhadap aktivitas bokong tersebut. Si Raja Dangdut mengutuk habis-habisan. Tidak jelas apa sebabnya, apakah karena menganggap merusak akhlak bangsa, atau karena merusak omzet albumnya. Tapi dukungan juga muncul dari berbagai pihak, dengan alasan bahwa jauh lebih banyak tindakan asusila, dan aktivitas yang tidak kalah seronoknya, yang tiap hari ditampilkan di televisi dalam bentuk sinetron. Yach….. no coment
Saat ini juga banyak sekali orang yang bingung, mencari strategi yang tepat, bahkan mengeluarkan milyaran rupiah demi bokongnya masing-masing. Orang-orang tersebut mendambakan bokongnya dapat didudukan di kursi yang katanya ‘terhormat’, yaitu duduk di dewan. Mereka berusaha agar namanya dicontreng, sehingga bokongnya dapat dengan nikmat menduduki kursi empuk, dan si empunya bokong akan disebut ‘Anggota Dewan yang Terhormat’.
Pemilihan umum merupakan sarana untuk menentukan bokong siapa yang boleh duduk di kursi empuk, terhormat dan bergelimang dengan uang milyaran rupiah. Setiap daerah mempunyai angka masing-masing. Artinya, setiap bokong memerlukan sekian ribu dukungan. Para pemilik bokong calon legislatif, mungkin tidak pernah punya pikiran serius untuk mensejahterakan para pemilik bokong yang telah memberikan contrengan untuk dirinya. Padahal, setiap orang kan punya bokong, dan setiap bokong tentunya akan merasa nyaman untuk menduduki tempat yang empuk.
Alkisah, setelah terpilih sekian orang pemilik bokong terhormat, masih banyak yang skeptis bahwa kondisi tidak berubah. Para pemilik bokong terhormat, akan mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya. Lah untuk apa??? Ya tetap saja, mereka mencari uang untuk mencari bokong-bokong ABG yang diperjualbelikan. Mereka akan mencari wanita pemilik bokong yang dianggap indah, untuk dieksploitasi. Disuruh nungging lah, disuruh ngebor lah….Beberapa anggota dewan telah dengan terang-terangan tertangkap basah ketika mereka sedang menikmati bokong wanita muda yang seksi…. Duh….
Karena sudah merupakan kebiasaan dan kebudayaan, maka fenomena bokong tersebut akhirnya menular ke kepala masing-masing pemilik bokong yang terhormat. Kata ahli biologi, isi otak manusia sangat berbeda dengan isi bokong manusia. Tapi kalau kita melihat aktivitas anggota dewan yang terhormat, sepertinya isi keduanya sama. Isi bokong anggota dewan dengan isi kepala dewan kayaknya tidak ada bedanya alias identik. Setiap anggota dewan mengeluarkan pernyataan atau statement tentang kehidupan berbangsa, isinya mirip kotoran. Sangat mirip dengan apa yang dikeluarkan oleh bokong. Ya ampyunnnn. Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa sarat mutlak menjadi anggota dewan adalah mampu mentransformasikan isi bokong secara sepenuhnya ke dalam otaknya masing-masing!!!!!! Ha ha ha ha ha….
Bagi yang merasa bokongnya tersinggung, saya sarankan untuk intropeksi, mengambil cermin dan melihat bokongnya masing-masing.
Peace……Hidup Republik Bokong.