Rabu, 05 November 2008

INDAHNYA PERJUANGAN

Seorang anak kecil ditanya ayahnya, siapa wanita terhebat di dunia ini? Anak itu menjawab ‘IBU”. Di lain waktu anak itu ditanya oleh gurunya dengan pertanyaan yang sama. Maka jawaban anak itu, ‘IBU KARTINI’. Lagi-lagi di lain waktu, ditanya oleh pertanyaan yang sama oleh seorang pemuka agama, jawabannya adalah ‘SITI FATIMAH’ (cerita lain akan menjawab ‘BUNDA MARIA’). Lho, jadi siapa wanita yang benar-benar terhebat di dunia menurut anak itu? Sebenarnya anak tadi hanya melihat situasi dan kondisi, yaitu siapa yang menanyakan, dan jawaban apa yang paling cocok dengan yang bertanya.

Banyak orang yang mempunyai tokoh dan idola sendiri-sendiri. Sebagai bangsa Indonesia, maka tokoh yang akan dipuja-puja adalah para pahlawan di Indonesia. Sebenarnya seorang pahlawan juga manusia biasa, yang tentu saja tidak sempurna seperti apa yang disampaikan oleh para pemujanya. Bahkan yang sering terjadi adalah menutupi kekurangan dan melebih-lebihkan kehebatannya. Hal ini sebenarnya sah-sah saja, akan tetapi yang menjadi ganjalan adalah bahwa hal tersebut cenderung menjadi sebuah pembodohan.

Kita dapat melihat dengan jelas, bahwa kiprah para pahlawan di Indonesia kadang-kadang berubah karena dipelintir oleh para penguasa. Kalau penguasanya punya hubungan emosional dengan pahlawan A, maka buku ajar sejarah di sekolah juga dipelintir seolah-olah A adalah sangat hebat dan segalanya. Hal ini sering menjadi polemik nasional, sebagai contoh sejarah Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta.

Ketika ada pahlawan kita yang dalam sejarah mengalami kekalahan, maka hal tersebut kadang-kadang ditutupi. Ini merupakan hal yang kurang bijaksana karena tidak menyampaikan wakta secara benar. Beberapa sumber sejarah di luar negeri menuliskan bahwa terbunuhnya Jenderal Mallaby (peristiwa yang mendasari adanya Hari Pahlawan) adalah akibat adanya konflik internal di kalangan tentara sekutu sendiri. Hal ini jarang (hampir tidak pernah) diungkap dalam sejarah Indonesia.

Sebenarnya hal tersebut diungkapkan saja juga tidak apa-apa. Generasi muda tidak akan mengalami degradasi nasionalisme dengan hal itu. Justru dengan menutupinya, maka akan membuat generasi muda, yang sekarang mempunyai banyak akses terhadap informasi, menjadi kecewa. Sejarah sebaiknya diungkap secara benar, tidak peduli dengan efek yang terjadi. Generasi muda cukup dewasa untuk menilai sendiri kepahlawanan para bapak pendiri republik ini. Semangat tidak takut mati para arek-arek Surabaya merupakan semangat yang patut dicontoh oleh generasi muda sekarang, tentu saja dalam konteks yang lain, seperti sekolah, bekerja atau dalam dunia olah raga internasional.

Akhir-akhir ini yang sering menjadi pertanyaan adalah, kenapa mantan presiden kita yang baru-baru ini wafat tidak segera diangkat menjadi pahlawan? Padahal kan dulu sejarah mengungkap betapa tingginya jasa orang tersebut. Akan tetapi sejarah yang diajarkan di sekolah akhir-akhir ini seolah-olah mengeliminir segala jasa dan perjuangan mantan presiden tersebut. Apakah keburukan mantan presiden tersebut mampu menghapuskan segala jasa dan perjuangannya dulu? Atau barangkali, mantan presiden tersebut memang benar-benar tidak mempunyai jasa di masa perjuangan? Atau apa? Anak muda menanti jawaban dari para ahli sejarah dan saksi sejarah serta para orang tua untuk menjawab pertanyaan tersebut?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sampaikan komentar Anda Secara Indah