Jumat, 24 Oktober 2008

Indahnya Cinta

Atin menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong. Menerawang cakrawala luas ciptaan Sang Khalik yang Maha Bijaksana sekaligus Maha Membingungkan. Cinta, ya..cinta. Cinta Sang Pencipta adalah agung dan abadi, bahkan melebihi keberadaan manusia, salah satu dari sekian banyak ciptaan-Nya. Kakinya seakan tidak lagi menapak di bumi dan pikirannya melambung ke alam antah berantah, tetapi tetap kosong.

“Dik….” sebuah suara terngiang di telinganya. Sebuah suara dari seorang laki-laki yang selama ini dicintainya, lebih dari segala sesuatu. Roy!! Iya Roy, seorang laki-laki yang lebih dari tiga tahun mendampinginya dengan setia dan penuh kasih sayang. Perlakuan yang biasa tetapi dengan sepenuh hati telah meluluhlantakkan hatinya. Roy memeluk Atin dengan sepenuh hati. Atin benar-benar dapat merasakan ketulusan cinta Roy dan merasa bahwa dirinya semata-mata adalah tulang rusuk yang merasa nyaman berada pada tulang induk yang bertaburan cinta.

Tidak ada lagi hal lain di dunia ini yang dapat menggantikan kebersamaan yang penuh kemesraan bersama kekasih hatinya. Tetapi Atin juga menyadari bahwa hampir semua orang di sekelilingnya menolak keindahan yang dia rasakan. Atin, lahir dari sebuah keluarga Katholik yang taat dan orang tuanya segera membabtis dirinya ketika masih bayi. Semenjak kanak-kanak Atin selalu aktif di kegiatan Gereja dengan sepenuh hati. Beberapa kerabatnya juga menjadi biarawan dan biarawati. Lingkungan pergaulannya juga tidak jauh-jauh dari komunitas gereja dan berbagai atributnya. Tetapi kenapa? Kenapa akhirnya harus jatuh cinta kepada seorang laki-laki yang bukan dari kalangan Gereja. Ironis memang.

Sejak awal, Atin memang mempunyai perasaan simpati yang sangat mendalam kepada Roy, seniornya ketika masih kuliah. Roy seorang penganut muslim yang soleh dan juga berasal dari kalangan santri yang kuat. Kebersamaan mereka pada awalnya hanya karena kegiatan di kampus biasa. Hari-hari yang mereka lalui akhirnya menumbuhkan benih-benih asmara yang tulus di antara mereka. Tidak ada yang memaksa. Atin dan Roy sama-sama saling jatuh cinta meskipun mereka berdua dari latar belakang agama yang sangat berbeda.

Hubungan mereka akhirnya tercium oleh keluarga masing-masing dan bisa ditebak apa reaksi dari keluarga mereka. Tidak ada kata lain selain tidak. Baik orang tua Atin maupun Roy sama-sama tidak merestui hubungan mereka. Alasannya banyak sekali, dan parahnya, Atin dan Roy juga mengerti dan memahami alasan itu, karena keduanya juga sama-sama orang yang menghayati keyakinan mereka masing-masing.

Atin tidak pernah mengerti dengan kehendak Tuhan yang Maha Baik, yang akhir-akhir ini sering dianggapnya sebagai Maha Membingungkan. Atin tidak bisa mengajak Roy pindah agama, karena dirinya tahu bahwa Roy juga akan mempunyai keinginan yang sama. Dalam doa pun, Atin tidak berani memohon kepada Tuhan karena Roy juga akan melakukan hal yang sama.
Roy juga demikian. Harapan untuk mendapatkan istri yang muslimah telah pupus ketika melihat pesona Atin yang benar-benar melekat di hatinya. Perjuangan menolak rasa cinta kepada Atin tidak pernah berhasil. Sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, Roy akhirnya menyatakan cinta kepada Atin karena cintanya memang tulus berasal dari lubuk hati yang paling dalam. Tautan hati mereka berdua terbina sekian lama dan semakin hari menjadi semakin bertumbuh.
Pelukan Roy semakin terasa mantap bagi Atin. Tangan kuat yang merengkuhnya seolah berkata, ‘aku benar-benar mencitaimu dan tidak bisa hidup tanpamu’. Kadang Atin ingin berteriak sekuat tenaga, ‘Mengapa ini terjadi’. Cinta lahir lebih dulu dari pada agama. Manusia tercipta juga karena cinta Tuhan, dan agama hanyalah tatanan hidup, agar manusia tidak lupa kepada pencipta-Nya. Tetapi, mengapa agama seolah-olah berdiri di atas cinta. Mungkin dunia akan baik-baik saja tanpa adanya agama, bahkan mungkin lebih baik. Akan tetapi, dunia akan benar-benar kacau balau tanpa adanya cinta, bahkan mungkin dunia tidak ada tanpa adanya cinta. Agama mengajarkan cinta, akan tetapi cinta telah ada lebih dulu dari pada agama. Cinta mendasari setiap kehidupan dan ciptaan yang ada di semesta ini. Haruskah mengalahkan cinta demi agama?? Ataukah agama bisa tahu diri dan bersedia mengalah demi cinta? Agama memang pasti akan dengan rendah hati memberikan jalan selebar-lebarnya kepada cinta sejati, tetapi pengikutnyalah yang pasti akan menutup jalan tersebut rapat-rapat. Agama dan cinta sebenarnya adalah sesuatu yang identik, pengikutnyalah yang memisah-misahkannya sehingga menjadi sesuatu yang berbeda, bahkan berseberangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sampaikan komentar Anda Secara Indah