Kamis, 18 September 2008

Agama Kendaraan Politik yang Mewah

AGAMA = KENDARAAN POLITIK YANG MEWAH


Agama dan politik bagaikan dua buah lagu yang berlomba-lomba untuk menduduki puncak top hits. Dalam satu periode, agama berada di atas politik, dan periode lain politik yang berada di atas agama. Banyak partai politik yang menggunakan isu-isu agama untuk meraih kekuasaan, dan setelah kekuasaan diraih, agama kembali dicampakkan, ada konstituen agama disayang, tidak ada konstituen agama ditendang. Ada pula agama yang menggunakan politik sebagai sarana untuk menyebarkan misi atau dakwah, dan selalu berusaha untuk mengontrol perilaku para politisi agar tidak kebablasan dalam memegang amanah yang diberikan rakyat.

Di Indonesia, negara yang telah merdeka secara semu, jauh lebih banyak politik yang menggunakan agama sebagai sarana untuk meraih kekuasaan. Dan memang harus diakui, bahwa hanya di Indonesialah, agama masih laku dijual sebagai konsumsi politik. Di banyak negara demokrasi yang lain, agama sudah tidak laku, alias mereka lebih melihat kapasitas wakil mereka dari pada melihat agama dari wakil mereka.

Sebenarnya logikanya sederhana, ketika ada suatu partai yang berlandaskan agama, atau didirikan oleh suatu kelompok agama tertentu, maka pemeluk agama lain akan sulit sekali untuk memberikan dukungan. Meskipun mereka berkoar-koar sebagai nasionalis yang akan menampung semua aspirasi rakyat, hal tersebut tetap akan sulit untuk diterima oleh pemeluk agama lain. Lebih parah lagi, jika suatu agama mempunyai banyak partai….nah apa gak lebih bingung lagi tuh pemilihnya. Dan yang lebih parah pangkat dua lagi adalah, dalam suatu agama ada kelompok aliran tertentu, dan kelompok aliran tersebut mempunyai banyak partai!!!! Apa kagak salah tuh….

Dalam suatu kasus, penyelesaian secara sederhana ada dua macam, yaitu Ya dan Tidak. Jika yang terlibat sangat banyak, maka akan muncul kemungkinan ketiga yaitu di antara Ya dan Tidak. Jika masih belum cukup, paling ada kemungkinan keempat yang merupakan terobosan pemecahan dari masalah tersebut. Jadi logika sederhananya, dalam suatu negara paling banyak ada empat partai. Tetapi di Indonesia…..

Apa tidak membingungkan rakyat? Jika ada masalah sikap negara terhadap konflik Timur Tengah, maka sikapnya adalah Mendukung atau Tidak Mendukung. Paling pol ada alternatif ketiga yaitu Abstain. Atau muncul alternatif keempat yaitu Wait and See. Tapi kalau di Indonesia ada 30 partai lebih?? Sikap apa saja yang akan dikeluarkan oleh ke-30an partai tersebut. Para pendiri partai berkedok bahwa mendirikan partai adalah hak setiap warga negara. Memang betul sekali. Tetapi apa yang akan disumbangkan oleh partai-partai tersebut??? Pendiri partai lebih berkesan oportunities, suatu hal yang sangat memalukan di negara demokrasi seperti Malaysia, tetapi masih diagung-agungkan di Indonesia.

Denny JA, salah satu pengamat politik terkenal di Indonesia, meyatakan bahwa idealnya Indonesia hanya memiliki lima atau enam partai saja. Satu partai mewakili nasionalis, satu atau dua partai mewaikili agama, satu partai adalah Partai Golkar, dan satu atau dua partai lagi menampung aspirasi yang lain. Itu sudah cukup. Energi yang masih tersisa dipergunakan untuk membangun negara bukan untuk menciptakan partai yang mengejar kekuasaan.

Almarhum Harry Roesli pernah membuat anekdot, bahwa kebobrokan politisi dan pemerintah Indonesia memang sengaja dibiarkan oleh penunggu Surga. Tujuannya adalah ketika ada orang mati dengan register orang Indonesia, pekerjaan pejabat atau politisi, maka tanpa perlu banyak pertimbangan langsung masuk neraka. Yah…etung-etung mengurangi pekerjaan. Tetapi, kalian orang Indonesia yang bukan pejabat, tunggu dulu, jangan buru-buru masuk surga. Ikuti prosedur yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sampaikan komentar Anda Secara Indah