Senin, 15 September 2008

Marhabhan ya Ramadhan

MARHABHAN YA RAMADHAN

Sabtu Wage, 13 September 2008, Ahmad Tohari menulis di Suara Merdeka Semarang sebuah tulisan dengan judul ‘Perbaikan diri’. Sebuah refleksi iman yang mendalam yang mungkin kurang disadari oleh khalayak banyak, dan tentu saja, oleh penulis blog ini. Bayangkan saja, jika saat ini kita berumur 25 tahun, maka paling tidak secara sadar, kita telah bertemu dengan bulan puasa sebanyak 12 atau 13 kali. Dan sebanyak itulah kita (mudah-mudahan) menjalankan puasa. Jadi jika ada orang yang sudah berumur 50 tahun atau bahkan 60 tahun, sudah banyak kali melakukan ibadah puasa dalam hidupnya, bertemu dengan Ramadhan secara sadar dan meminta maaf kepada handai tolannya puluhan kali. Point penting dalam tulisan beliau adalah, apakah ada perbaikan diri setiap kita melakukan puasa???? Itu sebuah pertanyaan yang sangat mendalam dan jika dijawab secara sadar dan jujur, maka jawabannya mungkin adalah tidak. Mungkin juga tidak tahu. Tapi apakah kita berani dengan lantang menjawab IYA!

Jika dirunut lebih panjang, sejak krisis di Indonesia yang terjadi (katanya) tahun 1997, maka paling tidak sudah 11 kali bangsa ini yang kebanyakan memeluk agama muslim telah melakukan puasa, berlatih menekan hawa nafsu, diajak untuk peduli dengan sesama dan segala atribut ramadhan lainnya. Tapi secara jujur, coba jawab, apa bedanya kondisi sekarang dengan kondisi krisis tahun 1997 tersebut. Saya sendiri tidak akan mengatakan berapa kali saya bertemu ramadhan, tetapi jawaban saya kurang lebih sama dengan Anda yang jujur, bahwa hampir boleh dibilang tidak ada perbaikan.

Setiap kali datang Ramadhan, maka muncul tuntutan menutup tempat hiburan malam, dengan lantang berkata ‘jangan bohong, ini lagi puasa’ atau ‘puasa-puasa kok ngrasani orang’. Yah, kata-kata tersebut sangat benar adanya. Akan tetapi akan timbul kesan, berarti kalau tidak puasa hiburan malam boleh-boleh saja, boleh bohong, boleh ngrasani orang dan lain-lainnya. Orang yang biasa ke lokalisasi hanya berpuasa selama sebulan dengan kebiasaannya itu, setelah Ramadhan lewat, ya jajan lagi sepuasnya. Makna puasa menurut Dai seribu umat adalah latihan, kawah candradimuka bagi umat beriman. Dai tersebut mencontohkan Susi Susanti (yang kebetulan malah bukan umat muslim). Begini analoginya, ‘Setelah Susi Susanti masuk ke pelatnas dan berlatih mati-matian, maka dalam satu tahun berikutnya, prestasinya sangat luar biasa. Puncaknya adalah meraih medali emas Olimpiade untuk pertama kalinya dalam sejarah olah raga Indonesia (khotbah tersebut terjadi sekitar tahun 1993-an). Demikian juga kita, setelah berpuasa dan berlatih mengekang hawa nafsu, maka dalam sebelas bulan berikutnya maka kita akan menjadi umat yang tangguh dalam menghadapi cobaan, amar makruf nahi mungkar’.

Itulah point yang paling penting. Dalam puasa kita bukannya hanya menahan hawa nafsu kita selama satu bulan, tetapi itu merupakan latihan bagi sebelas bulan berikutnya, dan kemudian satu bulan lagi berlatih pada Ramadhan tahun depan. Dengan demikian akan selalu ada perbaikan diri setiap kali kita bertemu ramadhan, bukannya hanya menjalaninya seperti layaknya ritual biasa. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka Insya Allah, akan ada perbaikan diri dalam setiap insan, dan Indonesia akan lebih baik dari pada sekarang.
O ya, bagi Anda yang tidak beragama muslim jangan senyam senyum dulu. Berapa kali Anda bertemu Natal dan Paskah, atau Nyepi, Waisak dan segala perayaan hari besar yang lain. Konsepnya adalah sama dan serupa. Berapa kali Anda merayakan Paskah dan setelah itu kebiasaan buruk Anda berjalan seperti sebelum merayakan Paskah bahkan mungkin lebih buruk (mudah-mudahan ini tidak terjadi). Berpuasa diajarkan pada hampir setiap sistem keagamaan. Jadi puasa pada hakekatnya adalah baik dan penting dalam kehidupan beragama kita masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sampaikan komentar Anda Secara Indah