Jumat, 12 September 2008

Lagi: Salah Siapa?

Jum’at 12 September 2008 terjadi lagi keributan kecil (mungkin juga besar) di kalangan rakyat kelas bawah. Seorang ibu-ibu protes besar kepada penjual minyak tanah karena hanya diberi jatah 5 liter setelah antri beberapa jam. Itu pun dijual dengan harga yang dianggap ngawur. Kata penjualnya, yang kebetulan sudah uzur dan agak kurang pendengaran (kata halus untuk tuli), harga minyak tanah per liter Rp. 3.500 liter tetapi pada saat transaksi meminta Rp. 4.000 per liter. Ibu itu sangat marah dan menyebut-nyebut nama makhluk hidup yang suka menyalak-nyalak berkali-kali. Juga ditambah dengan hewan pengerat lain yang diberi akhiran ‘an’. Berkali-kali kedua kata tersebut diucapkan kepada orang tua tersebut di hadapan banyak orang!!! Walahualam…..

Pengantri lain yang cukup sabar berusaha meredakan suasana dengan berkata, ”Sabar bu, sabar”. Tetapi ibu yang kalap tadi tetap tidak perduli. Kata-katanya semakin menjadi-jadi. Akhirnya ibu tadi pergi naik sepeda motor dengan memboncengkan anak perempuannya yang masih kecil.

Sepintas sepertinya ibu tadi terlalu over. Yach… uang Rp. 500 saja membatalkan puasa yang pahalanya jauh lebih besar dari pada rupiah yang dipertaruhkan. Tetapi, apakah memang demikian. Kita lihat saja fakta yang ada. Seorang caleg bupati di daerah Jawa Timur jadi stress karena tidak terpilih dan menanggung hutang sampai milyaran rupiah. Juga ada seorang istri caleg bupati di daerah Jawa Tengah yang juga stress karena suaminya gagal menjadi bupati dan kehilangan uangnya milyaran rupiah. Juga masih banyak data caleg yang jadi stress, stroke, dan berbagai macam masalah setelah mereka gagal menjadi pemimpin, yang katanya merupakan ‘amanah’ untuk mengayomi rakyat.

Bagi saya sendiri, yang sebenarnya bukan orang kaya, uang Rp. 500 memang tidak ada artinya. Tetapi belum tentu saya bisa bersikap legowo ketika saya dirugikan oleh orang lain senilai Rp. 5 juta rupiah. Contoh caleg yang stress pun ternyata tidak bisa mengendalikan dirinya ketika rugi Rp. 5 milyar rupiah. Jadi….. yang sebenarnya sama saja. Hanya level ibu tadi baru sampai Rp. 500 rupiah. Kita belum tentu lebih baik dari pada ibu tadi, dan juga bapak tua yang sengaja mengambil keuntungan dari krisis energi di Indonesia Raya.

Jika ditinjau secara lebih mendalam lagi, sebenarnya krisis minyak tanah atau secara makro krisis energi di Indonesia ini salah siapa? Listrik byar pet karena kurang batu bara, padahal teman saya yang kerja di perusahaan batu bara di Kalimantan mengatakan dengan tegas ‘siapa bilang tidak ada batu bara? Tuh kalau mau ambil berapa ton juga ada!” Sembari menjelaskan bahwa ada bukit yang telah dikeruk batu baranya sehingga menjadi lembah. Kata seorang purnawirawan jenderal yang konon sudah dikebiri ketika tertangkap oleh Fretilin, ‘kita berdiri di atas lautan minyak, tetapi kita kekurangan minyak’.

Lalu ini semua salah siapa? Apakah salah Kepala Suku republik ini? Wah, agak berat juga. Menyalahkan ibu yang marah-marah tadi atau orang tua penjual minyak tanah saja tidak berani, kok malah menyalahkan yang dipertuan agung penguasa republik ini. Datuk republik ini juga tak kuasa menyelesaikan masalah ini, meskipun sebenarnya merupakan mantan tumenggung pertambangan dan energi dan juga telah dibantu seorang patih yang sangat mahir dalam berdagang.

Atau ini jangan-jangan salah Tuhan sendiri? Mengapa Tuhan tidak menciptakan kenyamanan dan hidup bagi insan ciptaan-Nya. Wah ini, lebih ngawur lagi. Lha terus salah siapa? Kalau si ibu tadi diberi kebijaksanaan berupa minyak tanah gratis, masih ada jutaan ibu-ibu lain yang tidak kebagian minyak tanah sehingga siap menyebut semua penghuni kebun binatang dengan fasih disertai intonasi yang indah layaknya WS Rendra. Saya jadi punya pelajaran berharga, yaitu untuk tidak mengajari anak saya nama-nama binatang. Jadi nanti kalau di jalan ada orang yang menyebut-nyebut nama binatang dengan tidak hormat, anak saya tidak mengerti alias cuek-cuek saja.

2 komentar:

  1. Tidak ada yang salah bila kita lihat orang dengan masing-masingnya. Kita pun tidak bisa mengharapkan orang lain seperti yang kita inginkan. Paling tidak kita harus bisa jadi orang yang waras. Yang waras harus ngalah. Dan belajar untuk menertawakan yang tidak waras, bukan malah marah-marah tidak jelas. hahaha...

    BalasHapus
  2. Anda memang benar-benar bijaksana dan orang jawa bilang legowo. makanya di blog ini ada link ke blog anda karena penulis blog ini mengagumi anda (paling tidak blognya lho....) thanx.

    BalasHapus

Silahkan sampaikan komentar Anda Secara Indah